Kadang,
ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita
takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin, dan lain-lain.
Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut; takut pada bayangannya
sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakutinya. Misalnya:
takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar
cerita tentang hantu, jin dan lain-lain. Dan yang paling parah, tanpa disadari,
kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita
khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya.
Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakuti-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak akan semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.
Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakuti-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak akan semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.
2.
Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak
Terhadap Orang Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani.
Kesalahan
ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah,
tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap
sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras
tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya:
takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka
bohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak
kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.
3.
Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-foya, Bermewah-mewah
Dan Sombong.
Dengan
kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka
bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli terhadap
keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh
sikap istiqamah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakan muru’ah
(harga diri) dan kebenaran.
4.
Selalu Memenuhi Permintaan Anak.
Sebagian
orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa
memikirkan baik buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan
anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya: si
anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua
membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau
anak terbiasa terpenuhi segala permintaannya, maka mereka akan tumbuh menjadi
anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta
mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.
5.
Selalu Memenuhi Permintaan Anak, Ketika Menangis,
Terutama Anak yang Masih Kecil.
Sering
terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya karena
suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu menangis.
Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar
anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak menjadi
lemah, cengeng dan tidak punya jati diri.
6. Terlalu Keras dan Kaku dalam Menghadapi
Mereka, Melebihi Batas Kewajaran.
Misalnya,
dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian,
ataupun dengan cara-cara keras lain. Ini kadang terjadi, ketika sang anak
sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.
7. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas
Kewajaran.
Ada
juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya
merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya, mendorong anak-anak itu
untuk mencari uang sendiri dengan berbagai cara. Misalnya: dengan mencuri,
meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang lebih parah lagi,
ada orang tua yang tega menitipkan anak-anaknya ke panti asuhan untuk
mengurangi beban orang tuanya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya,
karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Na’udzubillah min dzalik.
8. Tidak Mengasihi dan Menyayangi Mereka,
Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih-Sayang di Luar Rumah Hingga Menemukan yang
Dicarinya.
Fenomena
demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam
pergaulan bebas, wal’iyadzubillah. Seorang anak perempuan misalnya,
karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya, ia mencari perhatian dari
laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan
perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya.
Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.
9. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya
Saja.
Banyak
orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk
anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik,
makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang
berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar
beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak
cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan
kasih-sayang. Bila kasih-sayang tidak didapatkan di rumahnya, maka ia akan
mencarinya dari orang lain.
10. Terlalu Berprasangka Baik pada Anak-Anaknya.
Ada
sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka,
bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan,
tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman-teman dekat
anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika
tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya
terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya
serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa adalah penyesalan tak berguna.
Sumber: http://almanhaj.or.id
0 komentar:
Posting Komentar